jam

my pic

Rabu, 06 Maret 2013

Kasus-kasus perbankan akhir-akhir ini


I

 

RUPSLB Bank BTN, tanggal 28 Desember 2012, menyisakan persoalan serius karena 2 direksi Bank BTN, Sdr.Purnomo dan Sdr.Mas Guntur Dwi S adalah kandidat terpilih yang memiliki track record melakukan pelanggaran integritas berat. Sehingga keduanya tidak memenuhi syarat formal maupun material untuk menjadi Direksi BUMN yaitu sebelum pencalonan tercatat tidak pernah melakukan perbuatan yang dikategorikan dapat memberikan keuntungan secara melawan hukum kepada pribadi atau pihak tertentu dan melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan yang berkaitan dengan prinsip – prinsip pengurusan perusahaan yang sehat. Berikut ini siaran pers Indonesia Development Monitoring yang ditandatangani oleh Direktur Eksekutif, Fahmi Hafel yang diterima pada Rabu (2/1). Berdasar penelusuran informasi yang dilakukan oleh Komite Perlindungan Pemegang Saham Minoritas (KPPSM) terindikasi kuat penetapan dua Direktur Bank BTN yaitu Mas Guntur Dwi S dan Purnomo sarat dengan rekayasa, kolusi dan bahkan terindikasi kuat ada permainan politik uang yang melibatkan oknum developer-developer Bank BTN sebagai penyokongnya dengan imbalan kemudahan dalam pemberian kredit proyek-proyek properti apabila sang calon terpilih.
Kolusi dalam pemilihan Direktur Bank BTN terjadi antara mantan Direktur Utama Bank BTN Iqbal Latanro yang konkalikong dengan mantan Komisaris Independent Bank BTN, Deswandy Agusman sebagai Ketua Komite Nominasi Bank BTN yang berkuasa menyusun long list usulan calon Direktur dibantu dengan konsultan yang bernama AMROPS. Nama-nama yang diusulkan oleh Ketua Komite Nominasi Bank BTN tersebut sebelum secara formal diusulkan ke Meneg BUMN melalui Deputi Meneg BUMN Bidang Jasa dan Sekretaris Menteri BUM, telah memperoleh persetujuan dalam pertemuan setengah kamar yang melibatkan Iqbal Latanro dan pejabat-pejabat dilingkaran dalam Meneg BUMN seperti Asisten Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN yang saat ini menjabat Direktur Bank BRI Gatot Mardiwasisto, Deputi Menteri BUMN Bidang Jasa, Gatot Trihargo dan Sekretaris Menteri Negara BUMN, Wahyu Hidayat.

Informan KPPSM yang merupakan pejabat tinggi dan sudah sangat senior di Bank BTN mengungkapkan bahwa dalam perjalanannya praktek kolusi berupa jual beli jabatan Direktur Bank BTN tersebut, telah memicu timbulnya konflik antara Ketua Komite Nominasi dengan pejabat-pejabat di linkungan Kantor Meneg BUMN yang berdampak pada dicopotnya Deswandy Agusman selaku Ketua Komite Nominasi sekaligus Komisaris Independent Bank dalam pada RUPSLB tanggal 28 Desember 2012, digantikan dengan Dwijanti Tjahjaningsih.

Praktek kongkalikong dalam pemilihan Direksi Bank BTN, pada dasarnya dipicu oleh penafsiran Biro Hukum Kementerian BUMN terhadap Pasal 16 ayat 4 UU No. 19/2003 tentang BUMN yang menetapkan masa jabatan Iqbal Latanro sebagai Direktur Utama Bank BTN dinyatakan berakhir karena sudah dianggap menjabat selama 2 periode.


Atas keputusan pemberhentian oleh Kementerian BUMN tersebut, Iqbal Latanro menyatakan penolakannya, karena penafsiran Biro Hukum Kementerian BUMN terhadap Pasal 16 ayat 4 UU No. 19/2003 tersebut dianggap tidak adil dan ambivalen, mengingat Meneg BUMN tetap mengangkat Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Direktur Utama Pelni Jussabella Sahea meskipun masa jabatannya sudah 2 periode.

Selanjutnya guna meredam konflik, maka atas jasa mantan komisaris Bank BTN dan mantan Assiten Deputi Bidang Jasa Meneg BUMN, Gatot Mardiwasisto ,dilakukanlah komunikasi antara Iqbal Latanro dengan pejabat Kementerian BUMN. Dalam proses komunikasi tersebutlah muncul praktek dagang sapi, jual beli jabatan calon Direktur Bank BTN, dimana kepada Iqbal Latanro ditawarkanlah konsesi berupa penawaran jabatan pengganti bagi Iqbal Latanro sebagai Direktur Bank BRI atau Direktur Utama Taspen serta Iqbal Latanro diberikan kewenangan untuk menunjuk ”2 orang dalam” sebagai penerus dalam kebijakannya. Kewenangan Iqbal Latanro menunjuk 2 orang dalam sebagai calon Direksi Bank BTN adalah harga mati yang dipersyaratkan oleh Iqbal Latanro. Konflik selama perundingan mulai terasa, pada saat Gatot Mardiwasisto mulai memaksakan nama teman dekatnya , Purnomo, yang saat itu menjabat Kepala Regional Office-2 Bank BTN sebagai calon Direksi Bank BTN.

Pencalonan Purnomo tersebut, kontan mendapatkan penolakan keras dari Iqbal Latanro, karena Iqbal Latanro yang selalu menyebut dirinya adalah representasi wakil masyarakat Indonesia Timur, meminta agar ”2 orang dalam” tersebut adalah calon Direktur Bank BTN yang dapat mewakili perasaan masyarakat Indonesia Timur. Dua orang dalam yang diusulkan oleh Iqbal Latanro adalah Mas Guntur Dwi S yang merupakan menantu dari Prof.Amirrudin mantan Rektor Unhas Makassar dan pejabat junior Bank BTN Sdr.Sasmaya Tuhuleley yang berasal dari Bula Maluku. Iqbal latanro sangat berkepentingan terhadap 2 orang tersebut, karena mereka berdua adalah kader dan loyalis Iqbal yang diharapkan masih dapat mengamankan kepentingan Iqbal setelah Iqbal tidak menjabat lagi, karena Iqbal khawatir banyak persoalan selama kepemimpinannya yang mulai diungkit-ungkit setelah Iqbal kehilangan kekuasaannya.

Guna memperkuat alasan penolakannya Iqbal mengatakan bahwa prestasi maupun kompetensi Purnomo sangat rendah bahkan dibawah rata-rata pejabat Bank BTN dan selama menjadi Kepala Cabang Bank BTN nilai KPI-nya selalu C. Disamping mengkritik performance Purnomo, Iqbal juga tidak suka dengan gaya komunikasi Purnomo yang sering mengeluarkan statemen kontroversial, seperti pidato Purnomo didepan karyawan BTN Bandung yang menyatakan ”bekerja di BTN tidak perlu prestasi tetapi cukup PLN yaitu ”Pendekatan, Loyalitas dan Nasib”. Materi pidato tersebut sempat menghebohkan karyawan Bandung dan Iqbal marah karena statement tersebut dapat membunuh motivasi karyawan dalam berprestasi.

Namun data-data yang berhasil dihimpun oleh KPPSM, Purnomo selain bermasalah dengan Iqbal juga tercatat pernah melakukan pelanggaran integritas dalam kategori sangat berat sewaktu menjadi Kepala Cabang Semarang dan akibatnya Bank BTN menanggung potensi kerugian sekitar 10 Milliar.

Pelanggran integritas tersebut bermula dari kejadian pemberian Kredit Modal Kerja Kontraktor (KMK Kontraktor) oleh Purnomo dalam kewenangannya sebagai Kepala Cabang BTN Semarang, kepada PT.Makmur Mandiri Sawargi dan PT.Crown Simbol, untuk pembiayaan Pipanisasi dari Dinas PU sebagai pemberi kerja. Dalam pelaksanaan pemberian kredit tersebut, banyak kejanggalan yang terjadi dan pelanggaran SOP Perkreditan dalam kategori sangat berat, karena Kepala Cabang melakukan pelanggaran SOP Perkreditan dalam kategori risiko yang sangat tinggi yaitu Kepala Cabang melakukan pencairan kredit yang tidak didukung dengan alas hak berupa prestasi proyek. Selain pelanggaran SOP pencairan kredit, terdapat indikasi kuat, Purnomo melakukan kolusi dengan PT.Makmur Mandiri Sawargi dan PT.Crown Simbol karena debitur tersebut mendapat privilage khusus berupa pembebasan kewajiban bagi debitur KMK Kontraktor tersebut dari kewajiban pemberian jaminan berupa fixed asset senilai 50 % dari total kredit.

Saat ini kredit PT.Makmur Mandiri Sawargi dan PT.Crown Simbol dalam status kolektibilitas macet dan pekerjaan telah diputus secara sepihak oleh Dinas PU dan SPKnya selanjutnya dipindahtangankan kepada kontraktor lain. Akibat perbuatan debitur yang mendapat keistimewaan dari Purnomo tersebut, maka Bank BTN terpaksa menanggung kredit macet tanpa dicover oleh jaminan dengan potensi kerugian Bank mencapai 10 Miliar. Direktur perusahaan, Yuni Eva Etlina, dalam kasus yang serupa, saat ini menjadi buron Polda Jateng karena dilaporkan oleh pihak Bank BPD Jateng telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan oknum petugas dan pejabat kredit Bank BPD Jateng.

Kasus pembobolan Bank BPD Jateng yang melibatkan oknum petugas dan pejabat kredit Bank BPD Jateng telah menjadi berita yang menghebohkan, dan pada saat yang bersamaan terdapat perintah tertutup dengan model garis Komando dari Direktur Utama Bank BTN sebagai Direktur Supervisi Audit Intern Bank BTN kepada Kepala Divisi Audit Intern Mas Guntur Dwi S agar Bank BTN melindungi petugas dan pejabat yang terlibat dalam kasus ”Yuni Eva Etlina” tersebut. Perintah penghentian pemeriksaan atas kasus pembobolan Bank BTN KC.Semarang oleh Yuni Eva Etlina tersebut dapat diduga juga karena Iqbal merasa tidak enak dengan Gatot Mardiwasisto, teman golf purnomo yang saat itu masih menjadi Komisaris Bank BTN.

Dalam kasus yang lain berdasar penelusuran data dan informasi dari KPPSM terdapat informasi bahwa Purnomo juga terlibat dalam kegiatan yang menjurus kepada conflict of interest yang menghambat terungkapnya kasus fraud di Bank BTN. Sebagai contoh adalah adanya perbuatan fraud yang dilakukan oleh pejabat Bank BTN Surabaya Bukit Darmo, berupa pemberian 60 unit KPR fiktif atau dikenal dengan KPR Rumput dimana Bank BTN mencairkan kredit KPR tetapi tidak didukung dengan alas hak berupa adanya fisik rumah sebagai jaminan kredit.

Kasus pembobolan Bank berupa pemberian 60 unit KPR fiktif oleh Bank BTN Surabaya Bukit Darmo tidak dapat segera terungkap, karena praktek tersebut mendapat dukungan dari Purnomo mengingat developer yang memperoleh fasilitas kredit tersebut yaitu PT.Gemilang Arta Chassanah dengan Direktur Utama Sdr.Didik Hariyanto adalah masih bersaudara dengan Purnomo, sehingga pejabat pemutus kredit tidak dapat berkutik, pada saat developer meminta beberapa kemudahan sehingga Bank BTN KC.Surabaya Bukit Darmo mengabaikan prinsip kehati-hatian dan prinsip perkreditan yang sehat.

Posisi Iqbal Latanro yang hendak mematahkan pencalonan Purnomo, mendapat hadangan dari Pejabat-Pejabat Meneg BUMN yang sudah sejak dari awal berhasil dilobi dan dimobilisasi oleh Gatot Mardiwasisto. Gatot Mardiwasisto mempermasalahkan persyaratan formal dari Sdr.Sasmaya Tuhuleley yang tidak terpenuhi karena baru bertindak sebagai Kepala Cabang Utama. Sedangkan calon Iqbal Latanro yang lain yaitu Mas Guntur Dwi S juga tidak terlepas dari masalah integritas yang berkategori lebih berat.

Sebagai mantan Komisaris Bank BTN, Gatot Mardiwasisto mengetahui bahwa pencalonan Mas Guntur Dwi S pada saat menjabat Kepala Divisi Audit adalah bermasalah karena Direktur Utama menyembunyikan informasi yang material terhadap profile Mas Guntur Dwi S dan tidak sesuai dengan Pasal 7, Peraturan BI Nomor: 12/ 23 /PBI/2010, Tentang Uji Kemampuan Dan Kepatutan,
dimana ketentuan tersebut mensyaratkan Kepala Divisi Audit sebagai pejabat eksekutif bank, wajib memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat dan tidak memiliki riwayat pernah melakukan perbuatan yang dikategorikan dapat memberikan keuntungan secara melawan hukum kepada pribadi atau pihak tertentu dan melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan yang berkaitan dengan prinsip – prinsip pengurusan perusahaan yang sehat.

Bagi publik Bank BTN, Mas Guntur Dwi S adalah orang yang sakti. Berkali-kali melakukan tindak pidana fraud tetapi selalu diampuni dan hanya dihukum ringan meskipun pelanggarannya terhadap prinsip – prinsip pengurusan perusahaan yang sehat adalah sudah sedemikian besar sehingga mungkin tidak termaafkan. Tetapi publik rasanya dipaksa untuk memaklumi pada saat Mas Guntur Dwi S ditetapkan sebagai Kepala Divisi Audit Intern dan mendapatkan dukungan dari Bank Indonesia karena Mas Guntur Dwi S dibacking secara kuat oleh sahabat masa kuliahnya di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yaitu Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Pelanggaran integritas Mas Guntur Dwi S, sudah dalam kategori sangat berat bahkan Mas Guntur Dwis S pernah dikenakan sanksi hukuman berat yaitu dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Cabang Kelas Utama menjadi Wakil Kepala Divisi, karena tindakannya mengakibatkan Bank BTN terpaksa melakukan write off senilai Rp.554,270 Milyar dan mengakibatkan terjadinya penurunan asset Bank BTN Medan sebesar 85,77 %, namun semua dosa tersebut dimaafkan dimasa Iqbal Latanro berkuasa dan jabatannya dipulihkan menjadi Kepala Divisi Audit Intern. Berdasar catatan KPPSM, Mas Guntur Dwi S memiliki catatan pelanggaran integritas dalam kategori berat sbb : 1.Berdasar keputusan rapat Direksi Bank BTN, 30 September 1998, Mas Guntur Dwi S sebagai Kepala Cabang Bank BTN KC.Medan dikenakan sanksi, karena pada tanggal 31 Oktober 1997, telah menempatkan dana tunai senilai Rp.300 Juta kepada Bank South East Asian Bank (Bank SEAB) tanpa persetujuan dari Divisi Treasury yang memiliki kewenangan memberikan izin kepada Kantor Cabang untuk melakukan kegiatan Money Market Line. Dan satu hari setelah penempatan dana tersebut Bank SEAB dinyatakan Bank Indonesia dalam likuidasi, sehingga penempatan dana sehari menjelang penetapan Bank SEAB dalam likuidasi mengindikasikan adanya kolusi antara Kepala Cabang Bank BTN Medan dan Kepala Cabang Bank SEAB. Akibat perbuatan tersebut Bank BTN dirugikan sebesar Rp.100 Juta yaitu senilai uang yang tidak dapat dikembalikan oleh Bank SEAB. 2.Berdasar keputusan Direksi Bank BTN melalui Surat No.99/RHS/DSDM/PAK-PA/02, Sdr.Mas Guntur Dwi S dikenakan sanksi berat dengan menurunkan jabatannya dari Kepala Cabang Utama menjadi Wakil Kepala Divisi karena dalam kapasitasnya sebagai Kepala Cabang Bank BTN Medan Periode April 1995 s/d Oktober 1999, telah melakukan pemberian kredit kepada debitur-debitur Kantor Cabang dengan tidak memperhatikan prinsip-prinsip prudential banking yaitu kredit dicairkan tetapi tidak didukung dengan prestasi proyek dan dikenal dengan mega skandal KPR Rumput.
Praktek pemberian kredit tanpa didukung prestasi proyek seperti yang dipersyaratkan dalam SOP Perkreditan Bank tersebut mengindikasikan kuat telah terjadi praktek kolusi antara Kepala Cabang dengan developernya.Tercatat developer-developer yang pada saat itu memperoleh keistimewaan adalah PT.Sanggirs, PT.Bahagia Asri Selaras, PT.Kanalom, PT.Nurotin Karya dll. Akibat kolusi tersebut adalah banyaknya kredit macet KPR-BTN yang diakibatkan konsumen tidak mau membayar angsurannya karena rumahnya belum jadi atau dikenal dengan ”Proyek Skandal KPR Rumput”, dan Bank terpaksa mengeluarkan kebijakan write off senilai senilai Rp.554,270 Milyar. Akibat kebijakan write off yang luar biasa besar tersebut berdampak terjadi penuruanan asset Bank BTN KC.Medan pada saat itu mencapai 85,77 % dan Bank BTN tidak mendapatkan potensi pendapatan bunga sebagai sumber pendapatan Bank. 3.Mas Guntur Dwi S tercatat dalam kapasistas jabatannya sebagai Kepala Cabng Utama Medan telah menyalahgunakan kekuasaannya (abuse of power) yaitu mengambil fasilitas KPR Bersubsidi (KPR Griya Inti dengan nomor rekening lama yaitu 00320 715 B 000 16R) yang seharusnya dilarang karena Mas Guntur Dwi S bukan kelompok konsumen penerima subsidi. 4.Mas Guntur Dwi S sebagai Kepala Divisi Audit Intern bersama Iqbal Latanro sebagai Direktur Utama selama kepemimpinannya telah menjadi bunker bagi para pelaku fraud yang terbukti dari dihukum ringannya pelaku-pelaku fraud penyebab kredit Macet Harmoni yang mencapai 130 Milyar. Lemahnya penegakan hukum dan terjadinya praktek main mata dalam penyelesaian kasus-kasus fraud selama kepemimpinan Mas Guntur Dwi S membuat Bank Indonesia menyatakan Divisi Audit Intern Bank BTN dalam kondisi mandul dan menjadi penyebab maraknya praktek-praktek window dressing di Bank BTN seperti adanya dugaan rekayasa NPL, rekayasa penghimpunan dana pihak ketiga, rekayasa penghimpunan laba dll. Setelah melalui proses tawar menawar yang alot, maka akhirnya ditemukanlah kata sepakat antara Iqbal Latanro darn group Kementerian BUMN yaitu : 1.Iqbal Latanro mendapat tempat sebagai Dirut Taspen atau Direktur BRI setelah penetapan RUPSLB Bank BTN yang melengserkan Iqbal Latanro. 2.Iqbal Latanro hanya berhak mengusulkan 1 orang dalam sebagai Direksi Bank BTN sebagai Direksi baru yaitu Mas Guntur Dwi S 3.Kementerian BUMN dibawah komando Gatot M dan Gatot T berhak mengusulkan 1 orang dalam Bank BTN sebagai Direksi baru yaitu Purnomo.
4.Iqbal L berkolaborasi dengan Deswandy Agusman sebagai Ketua Komite Nominasi bertugas mengamankan usulan nama Mas Guntur Dwi S dan Purnomo untuk disampaikan kepada Meneg BUMN melalui Sekretaris Meneg BUMN dan Deputi Bidang Jasa Meneg BUMN.
5.Iqbal Latanro wajib melakukan kerjasama untuk pengaturan nilai dari masing-masing kandidat dan atas hal tersebut Iqbal Latanro mengarahkan pemilihan konsultannya kepada AMROPS.
6.Gatot S bertugas mengamankan nama-nama tersebut sampai dengan ditangan Meneg BUMN untuk mendapat penetapan sebagai Direksi baru Bank BTN dan bertugas mengamankan nama Iqbal Latanro untuk menjadi Dirut Bank BRI menggantikan Sofjan Basyir atau Dirut Taspen menggantikan Agus Haryanto.

Merespon perkembangan pemilihan Direksi Baru Bank BTN dan berkemaan dengan catatan rekam jejak yang sangat buruk atas calon-calon Direksi Bank BTN yang dipilih melalui RUPSLB Bank BTN tanggal 28 Desember 2012, yaitu atas nama Mas Guntur Dwi S dan Purnomo maka Indonesia Development Monitoring menuntut: 1.Menolak dan meminta pembatalan hasil RUPSLB Bank BTN tanggal 28 Desember 2012,khususnya dalam hal penetapan Mas Guntur Dwi S dan Purnomo sebagai Direksi. 2.Meminta Bank Indonesia untuk bersikap independent dan transparan dalam penilaian Fit and Proper Test Bank atas calon Direksi baru Bank BTN yaitu Mas Guntur Dwi S dan Purnomo dan secara khusus meminta kepada Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah tidak menjadi pelindung dari kesalahan yang dilakukan oleh sahabatnya,
3.Sebelum pelaksanaan fit and proper 2 orang calon Direksi Bank BTN, Indonesia Development Monitoring menuntut BI melakukan spesial audit terhadap kasus fraud yang diduga dilakukan oleh Purnomo sewaktu menjadi Kepala Cabang Semarang dan melakukan spesial audit terhadap kasus kredit macet di KC.Jkt Harmoni yang diduga syarat dengan kongkalikong dan main mata yang melibatkan Mas Guntur Dwi S, Iqbal Latanro dan para terperiksa. 4.Bank Indonesia agar memaksa Bank BTN segera melakukan reformasi dan reposisi petugas dan pejabat Auditor Intern Bank BTN, yang ditandai dengan pemilihan Kepala Divisi Audit Intern yang kredibel, karena Auditor Intern Bank BTN diduga terlibat dalam jual beli perkara yang mendorong maraknya praktek window dressing sehingga kredibilitas laporan keuangan Bank BTN selama ini diragukan. 5.Agar tercapai prinsip transaparansi dan fairness serta menghasilkan output seleksi calon Direktur Bank BTN yang kredibel, Indonesia Development Monitoring menuntut pembatalan hasil seleksi konsultan AMROPS dan daftar long list versi Komite Nominasi yang disampaikan kepada Kementerian BUMN, karena diduga kuat penetapan daftar long list tersebut sarat muatan kepentingan pihak tertentu saja dan ada indikasi kuat terjadi antara kolusi Direktur Bank BTN dengan oknum pejabat Kementerian BUMN yang mengarah kepada jual beli jabatan.

(*/redaksi@wartaekonomi.com)

Foto: Sufri Y.
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II


Bank Jatim -logo-

LENSAINDONESIA.COM: Korupsi di tubuh Bank Jatim cabang HR Muhammad Surabaya, sudah memasuki memasuki tahap pelimpahan kedua, Jum’at (21/12/2012) LALU. Dalam hal ini, Negara dirugikan Rp 50 Miliar lebih.

Penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur yang memproses kasus korupsi ini, telah mencapai pelimpahan tahap kedua yakni pelimpahan berkas, dan barang bukti dan 2 orang tersangka yang bernama Bagoes Suprayogo mantan Kepala Cabang Bank Jatim HR Muhammad Surabaya dan Tony Baharawan, selaku penyelia kredit.


Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo percaya sepenuhnya pada polisi untuk melakukan penyelidikan atas dugaan bobolnya Bank Jatim senilai Rp50 miliar ini.

Soekarwo yang juga Komisaris Utama Bank Jatim itu menyatakan, kondisi bank daerah itu masih sehat dan aman. “Monggo saja (diselidiki). Itu memang menjadi hak kepolisian, sekalian biar masalahnya jadi jelas dan tidak terjadi simpang-siur informasi,” ujarnnya.

Kuasa hukum Bagoes, Sunarno Edi Wibowo, sempat mempertanyakan status penahanan klien mereka. Dirinya menyangkal bahwa saat pertama ditahan penyidik, Bagoes ini berstatus tersangka pidana perbankan, bukan tersangka korupsi.

Nur Cahyo, selaku Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, yang ditemui usai pemeriksaan mengatakan, Bagoes dan Tony adalah tersangka kasus korupsi kredit macet Bank Jatim yang ditangani pihak Polda Jatim.

“Karena locus delictinya di Surabaya, maka secara administrasi pelimpahan tahap keduanya ke sini (Kejari Surabaya, red),” katanya.

Nur Cahyo menambahkan, Bagoes dan Tony ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melenggangkan pencairan dana kredit dari Bank Jatim kepada 7 perusahaan berbentuk CV, dengan atau tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan.

Fakta lainnya adalah Bagoes diminta bertanggungjawab, kata Nur Cahyo, lalu melanjutkan, karena saat kredit diajukan oleh 7 perusahaan berbentuk CV ini, Bagoes menjabat sebagai Kepala Cabang Bank Jatim HR Muhammad Surabaya. Sedangkan Tony sebagai penyedia kredit di Bank milik pemerintah ini.

“Keduanya diduga tidak melakukan verifikasi terlebih dahulu saat meloloskan pencairan dana kredit yang diajukan tujuh CV itu,” imbuh Nur Cahyo.

Diketahui, kasus ini disidik Polda Jatim sejak April 2012 lalu. Oktober lalu, Polda melakukan jumpa pers tentang 13 nama ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Enam tersangka dari pihak internal Bank Jatim dan tujuh tersangka dari pengaju kredit (perusahaan/CV). Penetapan tersangka berdasarkan laporan keuangan Bank Jatim Juni lalu.

Mulanya, masalah di Bank Jatim ini mengemukakan setelah Badan Anggaran DPRD Jawa Timur menemukan kejanggalan dalam audit keuangan. Dalam rapat dengar pendapat yang digelar Kamis (19/4/2012), sejumlah wakil rakyat menduga beberapa cabang Bank Jatim melakukan transaksi fiktif dengan modus pencairan dana fiktif. Hingga terjadi kebocoran mencapai Rp50 miliar.@pras

 

 


III

Yulius sendiri adalah terpidana kasus penyaluran kredit yang tak sesuai standar operasional prosedur (SOP) sebesar Rp14 miliar di Bank BNI.

Jakarta, Aktual.co — Tim Satuan Tugas (Satgas) Kejaksaan Agung (Kejagung berhasil menahan tersangka kasus dugaan korupsi kredit perbankan di BNI cabang Toli-Toli, Sulawesi Tengah senilai Rp1,7 miliar, Yulius Dama.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi Tim Satgas Kejagung menangkap DPO asal Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah ini
di kediamannya di Perum Modernland Cluster Navarra V No 6, Cipondoh, Tangerang, Banten.

"Yulius Ditangkap pada hari Selasa (12/2) pukul 18.10 WIB," ujar Untung, Jakarta, Rabu (13/2).

Sebagai informasi, Yulius sendiri adalah terpidana kasus penyaluran kredit yang tak sesuai standar operasional prosedur (SOP) sebesar Rp14 miliar di Bank BNI cabang Tolitoli. Yulius didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,7 miliar

 

Cari Blog Ini